Latar belakang
Seksisme
adalah kejadian yang sering kita dengar akhir-akhir ini. Seksisme sering
terjadi pada wanita yang tidak mengerti akan pentingnya harga diri mereka.
Dengan adanya emansipasi pada wanita, wanita jadi bisa dilindungi dari
kejahatan akibat seksisme dan feminisme.
Emansipasi
pada wanita dapat mengarahkan wanita ke arah yang lebih baik dari jaman-jaman
belanda dulu. Dimana wanita tidak dapat bekerja dan tidak bisa mendapatkan
pendidikan sebagaimana mestinya. Namun pada era kini, emansipasi sering disalahgunakan.
Wanita yang menganggap mereka terlindungi oleh emansipasi dan UU untuk wanita.
Sehingga mereka dengan mudahnya pergi kesana kemari dengan alassan telah
dilindungi oleh emansipasi dan UU
Rumusan Masalah
1. Apa tujuan dari
emansipasi wanita?
2. Bagaimana perspektif
teori feminisme dalam kajian sosiologi menurut kajian Islam?
3. Apa saja contoh
pelanggaran seksisme?
Pembahasan
Emansipasi ialah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
sejumlah usaha untuk mendapatkan hak politik maupun persamaan derajat, sering bagi kelompok
yang tak diberi hak secara spesifik, atau secara lebih umum dalam pembahasan
masalah seperti itu.
Seksisme adalah
diskrimininasi/memandang rendah orang lain berdasarkan jenis kelaminnya, dan
yang sering mengalami seksisme ini adalah para perempuan
misalnya, anggapan bahwa (maaf) perempuan yang berpayudara besar itu tidak bisa lari cepat. atau contoh yang lain, perempuan dengan jenis kelaminnya yang melekat itu dianggap perempuan yang lemah.
misalnya, anggapan bahwa (maaf) perempuan yang berpayudara besar itu tidak bisa lari cepat. atau contoh yang lain, perempuan dengan jenis kelaminnya yang melekat itu dianggap perempuan yang lemah.
Definisi
emansipasi wanita secara harfiah adalah kesetaraan hak dan gender. Emansipasi
wanita juga bisa diartikan sebagai suatu usaha untuk menuntut persamaan hak-hak
kaum wanita terhadap hak-hak kaum pria di segala bidang kehidupan. Emansipasi
wanita bertujuan memberi wanita kesempatan bekerja, belajar, dan berkarya
seperti halnya para pria, seimbang dengan kemampuannya. Pengertian sama di sini
lebih dipersepsikan pada kata sejajar karena tidak bisa dipungkiri wanita dan
laki-laki jelas-jelas berbeda.
Perbedaan itu bisa dilihat dari kondisi fisik, sisi emosional yang
menonjol, sifat-sifat bawaan. Secara fisiologis, misalnya, wanita mengalami
haid hingga berkonsekuensi berbeda pada hukum-hukum yang dibebankan atasnya.
Sementara dari kejiwaan, pria umumnya lebih mengedepankan akalnya sehingga
lebih bijak, sementara wanita cenderung mengedepankan emosinya. Namun dengan
emosi yang menonjol itu, wanita patut menjadi ibu yang mana punya ikatan yang
kuat dengan anak.
Jadi pengertian emansipasi wanita adalah memperjuangkan agar wanita bisa
memilih dan menentukan nasib sendiri dan mampu membuat keputusan sendiri. Untuk
tahap selanjutnya pembekalan agar wanita mampu untuk menentukan nasib dan
membuat keputusan ini sering disebut dengan pemberdayaan wanita.
Dengan adanya pemberdayaan wanita ini
diharapkan wanita bebas menentukan dan melakukan apa yang diinginkannya.
Kebebasan di sini maksudnya kebebasan yang berkualitas, bukan kebebasan seratus
persen, karena biar bagaimanapun tetap saja ada perbedaan yang prinsifil antara
wanita dan laki-laki (seperti yang sudah disebutkan di atas), ada pekerjaan
yang tidak bisa kerjakan wanita hanya pria yang bisa, sesuai dengan kodrat
masing-masing begitu juga sebaliknya wanita itu mempunyai kehebatan-kehebatan
yang tidak dimiliki laki-laki.
Emansipasi yang dengan susah payah
diperjuangkan oleh Kartini seharusnya ditindaklanjuti dengan tindakan nyata
jangan hanya sebatas tataran konsep. Karena jika masih pada tataran konsep
belaka maka tujuan yang diharapkan selama ini akan menjadi sia-sia. Bukti dari
kesia-siaan itu adalah masih banyaknya wanita yang belum merasakan kesamaan
gender terutama bidang pendidikan. Memang ada sebagian wanita yang sukses dan
mempunyai pendidikan yang tinggi namun tidak sedikit pula wanita yang hanya
mempunyai pendidikan SD/sederajat. Hal inilah yang terkadang membuat para
wanita itu menjadi bahan ekploitasi baik fisik maupun seksual oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab.
Akhirnya emansipasi wanita jangan disalah
artikan, atau diterjemahkan dalam bentuk yang kasar, wanita adalah sama dengan
pria, yup wanita tak boleh dihinakan, karena wanita adalah adalah ibu dari
manusia, wanita adalah guru dan pendidik pertama kita, tapi tetap diingat
wanita itu beda atau ada perbedaan dengan pria, wanita adalah patner pria
seperti kekerasan mesti dihadapi dengan kelembutan dan nalar mesti dihiasi
dengan emosi/perasaan, dan wanita itu adalah patner sejati pria, bukan pesaing
pria ataupun rivalitas pria, melainkan adalah teman hidup, Ingatlah wanita itu
diciftakan Allah bukan dari tengkorak kepala, jadi bukan untuk di disembah
ataupun dipuja, tapi bukan pula diciftakan dari tulang kaki, jadi bukan untuk
diinjak-injak atau dihinakan, tapi wanita itu dicifta dari tulang rusuk pria
berarti wanita itu adalah patner sejati Pria, selamat hari kartini, perjuangkan
emansipasi wanita secara kodrati dan tidak dengan cara radikal yang pada
akhirnya membuat rivalitas antara pria dan wanita.[ps]
Seorang
wanita merupakan sosok yang hebat, mengapa hebat? Karena seorang wanita bisa
menjadi sosok seorang ibu ketika wanita menikah dan memiliki anak lalu mendidik
dan membesarkan anaknya menjadi anak yang hebat pula. Selain itu, wanita juga
bisa melakukan pekerjaan wanita sebagaimana mestinya dan sekaligus melakukan
pekerjaan pria tanpa harus melepas kodratnya. Tidak menutup kenyataan bahwa
wanita merupakan sosok mahluk yang hebat yang telah diciptakan sang pencipta
dalam bentuk yang indah disertai dengan kelembutan hatinya.
Membahas
mengenai masalah gender memang tidak akan pernah habis dikupas. Gender memang
menjadi bahasan dalam perubahan sosial serta menjadi topik penting dalam setiap
perbincangan pembangunan dewasa ini, bahkan merembet sampai ke ranah politik,
sosial, ekonomi, budaya, agama bahkan sampai ke kepemimpinan. Masalah gender
merebak seiring berjalannya arus globalisasi dan nampaknya reformasi memberi
ruang gerak yang luas bagi setiap orang dalam menyampaikan pemikiran dan
aspirasinya, termasuk kaum wanita.
Di
zaman era globalisasi ini dengan adanya emansipasi wanita tentu sangat
berpengaruh positif bagi kaum wanita, dimana kaum wanita disetarakan dengan
kaum pria dalam bidang sosialnya. Tanpa harus merubah kodratnya, sehingga
seorang wanita tidak hanya dibelenggu di dalam rumahnya dan menjadi penghuni
dapur saja, namun seorang wanita dapat mengecam pendidikan yang tinggi dan
mendapatkan hak-hak nya sebagai seorang wanita, meraih cita-cita yang tinggi
yang mungkin bisa bersetara dengan jabatan tertinggi seorang pria bahkan bisa
melebihi jabatan tertinggi seorang pria sekalipun.
Seorang
wanita kini tidak lagi hanya terkurung didalam sebuah rumah melakukan pekerjaan-pekerjaan
dapurnya saja, namun seorang wanita dapat mengecam sebuah pendidikan yang
tinggi yang dapat merubah status sosialnya di dalam lingkungan masyarakat.
Sekarang hanyalah soal bagaimana dan usaha apa saja yang mereka lakukan untuk
mendapatkan hak-hak tersebut dengan serangkaian usaha dan kerja keras wanita
akan dapat meraih sebuah cita-cita dan arah tujuan mereka tanpa adanya tembok
penghalang yang memisahkan atas perbedaan kesetaraan gender ini. Sampai pada
akhirnya seorang wanita dapat meraih cita-citanya setinggi apapapun yang mereka
mau.
Kalimat
emansipasi wanita dewasa ini sudah bukan lagi kalimat asing bagi kita. Dengan
itu, kita antara pria maupun wanita harus saling menghargai dan saling
mendukung satu sama lain dalam mencapai tujuan bersama, bukan berarti
diskriminasi karena dia itu pria atau wanita. Perkembangan kiprah wanita dalam
pembangunan politik, sosial, budaya dan lain sebagainya tidak akan mengurangi
peran-peran pendukung lainnya, selama ada kontrol sosial kebersamaan yang
tinggi diantara keduanya.
Selama ini, Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) sering
mendapat stigma sebagai 'perempuan lacur' dan 'tak bermoral'. Stigma ini
dipelihara rezim Orde Baru selama puluhan tahun.
Dalam versi Orde Baru, Gerwani dianggap menggelar pesta seks di malam 1 Oktober 1965. Tak hanya itu, dengan berkalung bunga, perempuan-perempuan itu menari erotis. Tarian versi tentara itu disebut tarian Harum Bunga.
Rezim Orde Baru banyak memanipulasi sejarah. Bahkan, supaya bisa berkuasa dan bertahan, rezim yang dikomandoi oleh Soeharto ini menciptakan sejarah bohong. Sejarah bohong tersebut diajarkan disekolah-sekolah, dituliskan di buku-buku, dikampanyekan terus melalui media, dan dibuatkan film-nya.
Setelah rezim Orde Baru ditumbangkan, perlahan-lahan setiap kebohongan itu terkuak. Termasuk cerita bohong mengenai Gerwani sebagai kumpulan perempuan lacur dan tarian Harum Bunga-nya. Semua itu hanya cerita fitnah Orba untuk mendiskreditkan organisasi perempuan paling revolusioner di jamannya ini.
Penulis dan peneliti asal Belanda, Saskia Eleonora Wieringa, sedikit menyingkap fakta mengenai Gerwani melalui buku bertajuk Penghancuran Gerakan Perempuan: Politik Seksual di Indonesia Pasca Kejatuhan PKI. Dalam buku setebal 542 halaman itu tersingkap sekilas cerita mengenai perjuangan Gerwani melawan pelacuran.
Menurut Wieringa, yang telah melakukan wawancara dengan aktivis Gerwani dan meneliti dokumen-dokumen organisasi mereka, masalah pelacuran menjadi perhatian utama Gerwani. Dalam kampanyenya, Gerwani selalu mengambil contoh Uni-Soviet dan Tiongkok sebagai negeri yang sukses memberantas pelacuran. Para pelacur pun direhabilitasi di kedua negeri sosialis tersebut.
Malahan, pada pemilu 1955, isu pelacuran menjadi isu kampanye Gerwani. Menurut aktivis Gerwani, pelacuran bukan kesalahan perempuan, kondisi sosial dan ekonomi-lah yang memaksa mereka menjadi pelacur. Gerwani yakin, pelacuran akan lenyap di Indonesia apabila sosialisme sudah dipraktekkan.
Selain soal pelacuran, Gerwani juga aktif berkampanye melawan pornografi. Salah satu media penyebaran pornografi itu adalah media dan film-film. Namun, bagi Gerwani, penyebaran pornografi ini merupakan bagian dari strategi kebudayaan imperialis. Pornografi juga tidak bisa dipisahkan dengan sistem kapitalisme.
Selain itu, kapitalisme menempatkan perempuan sebagai objek seksual dan objek eksploitasi untuk kepentingan bisnis. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan ideologi seksisme yang berkembang di dalam masyarakat kapitalistik. Seksisme merupakan ideologi yang dikembangkan kapitalisme untuk mencari pembenaran atas tindakan mengeksploitasi perempuan, baik sebagai tenaga kerja murah, sebagai pasar, maupun sebagai komoditas. Di sini, Pornografi hadir karena pandangan seksisme dalam masyarakat kapitalis sangat membutuhkan media ekspresi yang dapat dikomoditaskan.
Di sinilah perbedaan Gerwani dan ormas-ormas perempuan berbasis keagamaan. Bagi Gerwani, pornografi berakar pada sistem kapitalisme yang menempatkan perempuan sebagai objek seksual dan objek menggali keuntungan. Sementara bagi ormas-ormas keagamaan, pornografi ditempatkan sebagai masalah moralitas, yakni bentuk penyimpangan moral dari si pelaku.
Pada tahun 1950-an, Gerwani aktif berkampanye menentang film-film yang mempromosikan kebudayaan imperialis, terutama film-film Amerika Serikat (AS). Salah satu film yang diprotes berjudul Rock 'n Roll, yang dianggap bisa meracuni pikiran anak-anak muda. Film lain yang diprotes semisal Rock Around the Clock (1956) dan Don't Knock the Rock.
Tak hanya film asing, Gerwani juga mengecam film Indonesia yang diangap tidak sejalan dengan idealisme perempuan Indonesia. Salah satunya adalah film berjudul Wanita Indonesia, yang menggambarkan kehidupan perempuan di DPR dan gerakan perempuan. Film itu dikecam karena dianggap menyebarkan gaya hidup jor-joran, ambisi pribadi, dan pemupukan karir kosong.
Pada tahun 1962, masalah imperialisme kebudayaan menjadi masalah nasional yang penting. Saat itu, kampanye nation and character building juga sedang digalakkan pemerintahan Soekarno. Sebagai bentuk resistensi terhadap film imperialis, Gerwani mendukung berdirinya Lembaga Film Rakyat. Lembaga ini diharapkan bisa menjadi senjata perlawanan yang efektif untuk melawan penetrasi kebudayaan imperialis.
Penekanan Gerwani melawan imperialisme kebudayaan AS, sebagaimana diungkapkan Wieringa, sangat terkait dengan posisi politik Gerwani saat itu yang menempatkan imperialisme sebagai musuh pokok perjuangan rakyat Indonesia. Sasaran utamanya adalah imperialisme AS, yang sangat dominan dan paling reaksioner kala itu.
Kendati demikian, Gerwani tidak hanya rajin menghalau kebudayaan imperialis yang membawa pengaruh destruktif, tetapi juga getol memerangi sisa-sisa budaya feodal dalam masyarakat kita. Gerwani aktif memperjuangkan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam berbagai hal, perkawinan paksa, menentang poligami, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan berbagai tradisi kolot yang memandang rendah kaum perempuan.
Di sini, Gerwani sangat tajam dalam membentangkan perbedaan antara imperialisme dan feodalisme dalam melihat perempuan. Feodalisme hanya memandang perempuan sebagai 'bunga hampa tanpa berpikir tentang dirinya', sedangkan imperialisme menempatkan perempuan tak ubahnya 'barang dagangan untuk diperjual-belikan'.
Terkait pandangannya tentang keluarga ideal, Gerwani berkeinginan mewujudkan 'keluarga manipolis sejati', yakni keluarga yang menempatkan suami-istri dalam posisi setara dan saling bekerjasama, punya kesadaran politik, dan mengabdi pada penyelesaian revolusi.
Di sini, seorang perempuan tidak hanya muncul sebagai seorang ibu, tetapi juga tampil sebagai pejuang. Karena itu, harus ada pembagian kerja yang adil di dalam rumah tangga, sehingga si istri bisa terlibat aktif dalam perjuangan.
Dalam versi Orde Baru, Gerwani dianggap menggelar pesta seks di malam 1 Oktober 1965. Tak hanya itu, dengan berkalung bunga, perempuan-perempuan itu menari erotis. Tarian versi tentara itu disebut tarian Harum Bunga.
Rezim Orde Baru banyak memanipulasi sejarah. Bahkan, supaya bisa berkuasa dan bertahan, rezim yang dikomandoi oleh Soeharto ini menciptakan sejarah bohong. Sejarah bohong tersebut diajarkan disekolah-sekolah, dituliskan di buku-buku, dikampanyekan terus melalui media, dan dibuatkan film-nya.
Setelah rezim Orde Baru ditumbangkan, perlahan-lahan setiap kebohongan itu terkuak. Termasuk cerita bohong mengenai Gerwani sebagai kumpulan perempuan lacur dan tarian Harum Bunga-nya. Semua itu hanya cerita fitnah Orba untuk mendiskreditkan organisasi perempuan paling revolusioner di jamannya ini.
Penulis dan peneliti asal Belanda, Saskia Eleonora Wieringa, sedikit menyingkap fakta mengenai Gerwani melalui buku bertajuk Penghancuran Gerakan Perempuan: Politik Seksual di Indonesia Pasca Kejatuhan PKI. Dalam buku setebal 542 halaman itu tersingkap sekilas cerita mengenai perjuangan Gerwani melawan pelacuran.
Menurut Wieringa, yang telah melakukan wawancara dengan aktivis Gerwani dan meneliti dokumen-dokumen organisasi mereka, masalah pelacuran menjadi perhatian utama Gerwani. Dalam kampanyenya, Gerwani selalu mengambil contoh Uni-Soviet dan Tiongkok sebagai negeri yang sukses memberantas pelacuran. Para pelacur pun direhabilitasi di kedua negeri sosialis tersebut.
Malahan, pada pemilu 1955, isu pelacuran menjadi isu kampanye Gerwani. Menurut aktivis Gerwani, pelacuran bukan kesalahan perempuan, kondisi sosial dan ekonomi-lah yang memaksa mereka menjadi pelacur. Gerwani yakin, pelacuran akan lenyap di Indonesia apabila sosialisme sudah dipraktekkan.
Selain soal pelacuran, Gerwani juga aktif berkampanye melawan pornografi. Salah satu media penyebaran pornografi itu adalah media dan film-film. Namun, bagi Gerwani, penyebaran pornografi ini merupakan bagian dari strategi kebudayaan imperialis. Pornografi juga tidak bisa dipisahkan dengan sistem kapitalisme.
Selain itu, kapitalisme menempatkan perempuan sebagai objek seksual dan objek eksploitasi untuk kepentingan bisnis. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan ideologi seksisme yang berkembang di dalam masyarakat kapitalistik. Seksisme merupakan ideologi yang dikembangkan kapitalisme untuk mencari pembenaran atas tindakan mengeksploitasi perempuan, baik sebagai tenaga kerja murah, sebagai pasar, maupun sebagai komoditas. Di sini, Pornografi hadir karena pandangan seksisme dalam masyarakat kapitalis sangat membutuhkan media ekspresi yang dapat dikomoditaskan.
Di sinilah perbedaan Gerwani dan ormas-ormas perempuan berbasis keagamaan. Bagi Gerwani, pornografi berakar pada sistem kapitalisme yang menempatkan perempuan sebagai objek seksual dan objek menggali keuntungan. Sementara bagi ormas-ormas keagamaan, pornografi ditempatkan sebagai masalah moralitas, yakni bentuk penyimpangan moral dari si pelaku.
Pada tahun 1950-an, Gerwani aktif berkampanye menentang film-film yang mempromosikan kebudayaan imperialis, terutama film-film Amerika Serikat (AS). Salah satu film yang diprotes berjudul Rock 'n Roll, yang dianggap bisa meracuni pikiran anak-anak muda. Film lain yang diprotes semisal Rock Around the Clock (1956) dan Don't Knock the Rock.
Tak hanya film asing, Gerwani juga mengecam film Indonesia yang diangap tidak sejalan dengan idealisme perempuan Indonesia. Salah satunya adalah film berjudul Wanita Indonesia, yang menggambarkan kehidupan perempuan di DPR dan gerakan perempuan. Film itu dikecam karena dianggap menyebarkan gaya hidup jor-joran, ambisi pribadi, dan pemupukan karir kosong.
Pada tahun 1962, masalah imperialisme kebudayaan menjadi masalah nasional yang penting. Saat itu, kampanye nation and character building juga sedang digalakkan pemerintahan Soekarno. Sebagai bentuk resistensi terhadap film imperialis, Gerwani mendukung berdirinya Lembaga Film Rakyat. Lembaga ini diharapkan bisa menjadi senjata perlawanan yang efektif untuk melawan penetrasi kebudayaan imperialis.
Penekanan Gerwani melawan imperialisme kebudayaan AS, sebagaimana diungkapkan Wieringa, sangat terkait dengan posisi politik Gerwani saat itu yang menempatkan imperialisme sebagai musuh pokok perjuangan rakyat Indonesia. Sasaran utamanya adalah imperialisme AS, yang sangat dominan dan paling reaksioner kala itu.
Kendati demikian, Gerwani tidak hanya rajin menghalau kebudayaan imperialis yang membawa pengaruh destruktif, tetapi juga getol memerangi sisa-sisa budaya feodal dalam masyarakat kita. Gerwani aktif memperjuangkan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam berbagai hal, perkawinan paksa, menentang poligami, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan berbagai tradisi kolot yang memandang rendah kaum perempuan.
Di sini, Gerwani sangat tajam dalam membentangkan perbedaan antara imperialisme dan feodalisme dalam melihat perempuan. Feodalisme hanya memandang perempuan sebagai 'bunga hampa tanpa berpikir tentang dirinya', sedangkan imperialisme menempatkan perempuan tak ubahnya 'barang dagangan untuk diperjual-belikan'.
Terkait pandangannya tentang keluarga ideal, Gerwani berkeinginan mewujudkan 'keluarga manipolis sejati', yakni keluarga yang menempatkan suami-istri dalam posisi setara dan saling bekerjasama, punya kesadaran politik, dan mengabdi pada penyelesaian revolusi.
Di sini, seorang perempuan tidak hanya muncul sebagai seorang ibu, tetapi juga tampil sebagai pejuang. Karena itu, harus ada pembagian kerja yang adil di dalam rumah tangga, sehingga si istri bisa terlibat aktif dalam perjuangan.
Kesimpulan
Emansipasi ialah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
sejumlah usaha untuk mendapatkan hak politik maupun persamaan derajat, sering bagi kelompok
yang tak diberi hak secara spesifik, atau secara lebih umum dalam pembahasan
masalah seperti itu.
Seksisme adalah
diskrimininasi/memandang rendah orang lain berdasarkan jenis kelaminnya, dan
yang sering mengalami seksisme ini adalah para perempuan
misalnya, anggapan bahwa (maaf) perempuan yang berpayudara besar itu tidak bisa lari cepat. atau contoh yang lain, perempuan dengan jenis kelaminnya yang melekat itu dianggap perempuan yang lemah.
misalnya, anggapan bahwa (maaf) perempuan yang berpayudara besar itu tidak bisa lari cepat. atau contoh yang lain, perempuan dengan jenis kelaminnya yang melekat itu dianggap perempuan yang lemah.
Saran
Sebaiknya wanita lebih menyadari
akann harga diri mereka. Jangan menganggap bahwa dirinya telah dilindungi oleh
suatu emnsipasi dan UU. Karena wanita sangat mudah dilecehkan oleh lelaki jika
mereka tidak bisa menjaga diri mereka dengan baik.